Kota Jakarta telah berkembang dengan
sangat pesat, sehingga orang-orang, terutama mereka yang tergolong dalam
pekerja produktif, harus tinggal diluar kota. Setiap hari, lebih dari 4
juta penglaju dari daerah-daerah disekitar DKI Jakarta (Jabodetabek)
keluar dan masuk wilayah ibukota tersebut. Kecenderungan perluasan kota
Jakarta-Jabodetabek yang begitu tinggi dan kurang terkontrol secara
signifikan meningkatkan biaya transportasi, mengurangi tingkat mobilitas
dan menurunkan kualitas hidup.
Sebagai
megapolitan yang terus tumbuh, isu transportasi menjadi masalah yang
tidak terelakkan. Diperkirakan bahwa pada tahun 2020, tanpa adanya
terobosan berarti dalam sistem transportasi, Jakarta akan terbelenggu
kemacetan luar biasa yang menyebabkan kerugian ekonomi sebesar Rp 65
miliar. Saat ini, moda transportasi publik yang ada di Jakarta
didominasi oleh kendaraan pribadi, dan hanya menyisakan 2% saja bagi
transportasi berbasis rel.
Pertumbuhan
kota Jakarta yang tidak terkendali ini juga telah menyebabkan habisnya
persediaan lahan di Jakarta yang sebagian besar berwujud pemukiman dan
gedung-gedung berlantai rendah. Sebagai dampak dari fenomena
pertumbuhan ini, saat ini Jakarta tidak memiliki cukup ruang untuk
pembangunan di masa depan. Untuk dapat memenuhi tuntutan kebutuhan
pertumbuhan ekonomi dan pembangunan sosial yang berkelanjutan, salah
satu cara yang paling masuk akal adalah dengan menyusun secara seksama
rencana Integrasi dengan kawasan sekitar proyek MRT
Jakarta, serta peremajaan kawasan urban secara komprehensif. Inisiatif
peremajaan kota ini harus dapat secara efektif memadukan antara tata
guna lahan yang cerdas dengan pengembangan jaringan transportasi
massal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar